Syahdan,
para pendekar padepokan sedang berkumpul di balairung padepokan. Duduk
melingkar mengelilingi para pemimpin padepokan.
“Mengapa padepokan menjadi heboh. Ada apa
gerangan, para pendekar”, kata sang pemimpin padepokan heran.
Ditengah
kerajaan Astinapura, padepokan yang dipimpinnya disegani. Para pendekar
menguasai ilmu jagat raya. Ilmunya menembus langit. Jurus-jurusnya mematikan.
Tendangan jingkang melumpuhkan lawan.
Bahkan
ilmu kebathinan mampu menerawang jauh kedepan. Mengalahkan segala ilmu sihir.
“Hamba, tuanku. Konon kabar dari luar sana.
Ada seorang pendekar yang mengobrak-abrik kerajaan Astinapura. Kesaktiannya
mengalahkan para pendekar. Hamba heran, tuanku. Siapakah gerangannya ?,
kata salah satu pendekar. Wajahnya muram. Khawatir dimurka oleh pemimpin
padepokan.
“Siapa gerangannya, dia para
pendekar. Dimana dia belajar ilmu kanuragan. Mengapa padepokan tidak mengetahui
kesaktian ilmu sang pendekar ?,
tanya sang pemimpin heran.
“Mengapa kalian tidak mengetahui tentang
pendekar itu ?, Murka sang pemimpin padepokan. Suaranya meninggi. Murka
semakin menjadi-jadi. Para pendekar semakin menundukkan mukanya. Wajah tertekuk
lesu. Kehilangan gairah.
“Tidak
ada satupun para pendekar yang mengetahui dimana pendekar itu mengasah ilmu
kanuragan. Kalian sama sekali dimana padepokan dia mengasah ilmunya ?, Suara
sang pemimpin padepokan semakin meninggi.
“Jadi
apa tugas kalian selama ini. Bukankah kesaktian para pendekar dari padepokan
ini sudah terkenal di Kerajaan Astinapura ? Mengapa kalian sama sekali tidak
mengetahui ?. Kalian semuanya memalukan”, kata sang Pemimpin Padepokan seraya
pergi.
“Mulai
sekarang, tingkatkan latihan kalian. Gunakan jurus-jurus mematikan untuk
menghalau dari serangan dari negeri manapun. Ingat. Dari hasil terawangku,
serangan dari negara Dewa Api akan menyerang. Sampaikan kepada penduduk negeri
Astinapura. Siapkan kentongan”, kata sang pemimpin padepokan meninggalkan
balairung Padepokan.